![]() | |
pasrah |
sebaliknya
dengan kehidupan dunia, kehidupan akhirat merupakan kehidupan sejati.
Tidak ada orang berbahagia di akhirat untuk jangka waktu singkat saja.
Dan tidak ada pula yang mengalami penderitaan sementara saja, kecuali
Allah menghendaki selain itu.
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan
main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan,
kalau mereka mengetahui.” (QS Al-Ankabut ayat 64)
Allah ta’aala menghendaki agar orang bertaqwa memandang kehidupan
akhirat dengan penuh kesungguhan karena di sanalah kehidupan sejati akan
dijalani manusia. Sedangkan terhadap dunia Allah ta’aala menghendaki
orang bertaqwa agar berlaku proporsional saja dan tidak terlampau ngoyo
dalam meraih keberhasilannya. Sebab kehidupan dunia ini Allah ta’aala
gambarkan sebagai tempat dimana orang sekedar bermain-main dan
bersenda-gurau.
Namun dalam kehidupan kita dewasa ini kebanyakan orang malah sangat
serius bila menyangkut urusan kehidupan dunia. Mereka siap mengerahkan
tenaga, fikiran, dana dan waktu all out untuk menggapai
keberhasilan duniawinya. Sedangkan bila menyangkut urusan akhirat mereka
hanya mengerahkan tenaga dan waktu sisa, fikiran sampingan serta dana
receh. Jika hal ini terjadi kepada kaum kafir alias tidak
beriman kita tentu bisa maklumi. Tapi di dalam zaman penuh fitnah ini
tidak sedikit saudara muslim yang kita saksikan bertingkah dan berpacu
merebut dunia laksana kaum kafir. Allah memang menggambarkan bahwa kaum
yang tidak beriman sangat peduli dan faham akan sisi material kehidupan
dunia ini. Namun mereka lalai dan tidak memiliki pengetahuan apapun
mengenai kehidupan akhirat.
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS ArRuum ayat 7)
Sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu pernah berkata: ”Bilamana manusia menemui ajalnya, maka saat itulah dia bangun dari tidurnya”. Sungguh
tepat ungkapan beliau ini. Sebab kelak di akhirat nanti manusia akan
menyadari betapa menipunya pengalaman hidupnya sewaktu di dunia. Baik
sewaktu di dunia ia menikmati kesenangan maupun menjalani penderitaan.
Kesenangan dunia sungguh menipu. Penderitaan duniapun menipu.
Saat manusia berada di alam akhirat barulah ia akan menyadari
betapa sejatinya kehidupan di sana. Kesenangannya hakiki dan
penderitaannya sejati. Surga bukanlah khayalan dan sekedar dongeng
orang-orang tua di masa lalu. Begitu pula dengan neraka, ia bukan suatu
mitos atau sekedar cerita-ceirta orang dahulu kala. Surga dan neraka
adalah perkara hakiki, saudaraku. Sehingga Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam
menggambarkan dengan deskripsi yang sangat kontras dan ekstrim mengenai
betapa berbedanya tabiat pengalaman hidup di dunia yang menipu dengan
kehidupan sejati akhirat. Perhatikanlah baik-baik hadits di bawah ini:
“Pada hari kiamat didatangkan orang yang paling nikmat hidupnya
sewaktu di dunia dari penghuni neraka. Lalu ia dicelupkan ke dalam
neraka sejenak. Kemudian ia ditanya: ”Hai anak Adam, pernahkah kamu
melihat suatu kebaikan, pernahkah kamu merasakan suatu kenikmatan?” Maka
ia menjawab: ”Tidak, demi Allah, ya Rabb.” Dan didatangkan orang yang
paling menderita sewaktu hidup di dunia dari penghuni surga. Lalu ia
dicelupkan ke dalam surga sejenak. Kemudian ditanya: ”Hai anak Adam,
pernahkah kamu melihat suatu kesulitan, pernahkah kamu merasakan suatu
kesengsaraan?” Maka ia menjawab: ”Tidak, demi Allah, ya Rabb. Aku tidak
pernah merasakan kesulitan apapun dan aku tidak pernah melihat
kesengsaraan apapun.” (HR Muslim 5018)
Mengapa orang pertama ketika Allah tanya menjawab bahwa ia tidak
pernah melihat suatu kebaikan serta merasakan suatu kenikmatan, padahal
ia adalah orang yang paling nikmat hidupnya sewaktu di dunia
dibandingkan segenap manusia lainnya? Jawabannya: karena Allah telah
paksa dia merasakan derita sejati neraka –sejenak saja- cukup
untuk membuat ingatannya akan segala kenikmatan palsu yang pernah ia
alami sewaktu di dunia terhapus begitu saja dari ingatannya. Sebaliknya,
mengapa orang kedua ketika Allah tanya menjawab bahwa ia tidak pernah
melihat suatu kesulitan atau merasakan suatu kesengsaraan, padahal ia
orang yang paling susah hidupnya sewaktu di dunia dibandingkan segenap
manusia lainnya? Jawabannya: karena Allah telah izinkan dia merasakan kesenangan hakiki surga
–sejenak saja- cukup untuk membuat ingatannya akan segala penderitaan
palsu yang pernah ia alami sewaktu di dunia terhapus begitu saja dari
ingatannya. Subhaanallah wa laa haula wa laa quwwata illa billah…!!!
Saudaraku, sungguh kehidupan dunia ini sangat tidak pantas kita
jadikan ajang perebutan dan perlombaan. Sebab menang di dunia pada
hakikatnya hanyalah menang yang menipu. Demikian pula sebaliknya, kalah
di dunia hanyalah kalah yang menipu. Saat manusia diperlihatkan surga
dan neraka di akhirat kelak, sadarlah ia betapa naifnya perlombaan
merebut keberhasilan dunia ini dibandingkan dengan kenikmatan hakiki dan
abadi surga yang jauh labih patut ia kejar dan usahakan semaksimal
mungkin. Sadarlah ia betapa lugunya ia saat di dunia berusaha mengelak
dari segala derita dan kesusahan dunia jika dibandingkan dengan derita
sejati dan lestari neraka yang jauh lebih pantas ia berusaha mengelak
dan menjauh darinya.
Pantas bila Allah gambarkan bahwa saat sudah dihadapkan dengan azab
neraka orang-orang kafir bakal berharap mereka dapat menebus diri
mereka dengan sebanyak apapun yang diperlukan, andai mereka sanggup.
Tentunya pada saat itu mereka tidak sanggup dan tidak berdaya.
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai
apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula)
untuk menebus diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya
(tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab
yang pedih.” (QS Al-Maaidah ayat 36)
Ya Allah, janganlah Engkau jadikan dunia puncak cita-cita kami dan batas pengetahuan kami. Amin ya Rabb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar